Akulturasi

Akulturasi {acculturation} adalah salah satu konsep yang menjadi topik kajian atau studi dalam keilmuan sosial, khususnya disiplin antropologi, psikologi, dan sosiologi. Konsep ini membahas tentang perubahan budaya akibat dari pertemuan dua kebudayaan yang berbeda, dan oleh sebab itu konsep ini dikategorikan atau dianggap sebagai turunan dari perspektif difusi budaya, yaitu pandangan tentang persebaran budaya, meski dalam proses atau hasil dari akulturasi juga dapat dipahami dengan menggunakan perspektif evolusi budaya. Konsep akulturasi menjadi inti dalam kajian-kajian atau studi-studi terkait dengan isu perubahan budaya, dalam arti, bahwa beberapa konsep lain yang juga membahas tentang isu yang sama merupakan hasil dari studi-studi terkait akulturasi sebagai sebuah fenomena.

Sejarah Konsep 

Konsep akulturasi pertama kali diperkenalkan pada tahun 1883, oleh John Wesley Powell[1], dengan berdasar pada studi-studi yang dilakukan pada Suku Numa, yaitu salah satu Suku Indian yang menempati wilayah California, Arizona, Utah, Oregon, dan Nevada[2]. Powell adalah seorang perwira militer dengan pangkat terakhir mayor yang kemudian memilih meniti karir sebagai ilmuan sosial dengan menjabat sebagai ketua pertama untuk biro etnologi di Smithsonian Institution[3] – yaitu lembaga penelitian resmi milik pemerintah Amerika[4], dan atas jasa-jasanya dibidang etnologi, institusi tempat ia bekerja mengenangnya melalui buku berisi kumpulan karya-karya dengan judul Material Culture of the Numa; the John Wesley Powell Collections, 1867-1880 {1979}[5]. Sejak diperkenalkan, konsep akulturasi kemudian menjadi perbincangan dikalangan akademisi dan studi-studi terkait mulai gencar dilakukan, yang antara lain dilakukan oleh William Henry Holmes {1886}, Franz Boas {1896}, dan William John McGee {1898}[6], yang mana ketiganya adalah para cendekiawan dibidang etnologi atau antropologi budaya {label antropologi di Amerika}. 

Memasuki tahun 1900-an, konsep akulturasi semakin menarik perhatian para akademisi, yang mana tidak lagi menjadi salah satu fokus dalam disiplin etnologi atau antropologi budaya, tetapi juga telah menjadi perhatian para cendekiawan dibidang sosiologi dan psikologi, dan bahkan menjadi salah satu konsep kerja dalam berbagai program pemberdayaan. Sarah E. Simon adalah pioner untuk studi-studi terkait fenomena akulturasi dibidang disiplin sosiologi, dengan hasil studi berupa artikel yang terbagi dalam beberapa bagian, yang mulai dipublikasikan pada tahun 1901 di bawah judul Social Assimilation[7]. Pada bidang psikologi, karya William Isaac Thomas dan Florian Znaniecki terkait fenomena akulturasi yang terjadi dikalangan para pendatang asal Polandia di negara-negara Eropa lainnya dan di Amerika, menjadikan mereka sebagai pioner dibidang disiplin psikologi untuk studi-studi terkait fenomena akulturasi dengan hasil studi berupa buku yang terbagi dalam lima volume, yang mulai dipublikasi pada tahun 1918 di bawah judul utama The Polish Peasant in Europe and America; a Monograph of an Immigrant Group[8]. Kembali dibidang disiplin antropologi, studi kolaboratif yang dilakukan Robert Redfield, Ralph Linton, dan Merveille Jean Herskovits dengan hasil studi berupa artikel berjudul Memorandum for the Study of Acculturation {1936}[9], menjadi "pembuka" untuk studi-studi selanjutnya, yang mana definisi mereka menjadi definisi yang paling sering dijadikan acuan. Memasuki pertengahan tahun 1900, tepatnya pada tahun 1951, International Organization for Migration {IOM}[10] memulai babak baru dengan menjadikan konsep akulturasi sebagai konsep kerja dalam program-program yang ditujukan kepada para pendatang atau imigran dan para pengungsi, dengan maksud membantu mereka mengatasi masalah gegar budaya atau terkait dengan kesehatan mental. Kegiatan serupa dapat dipahami dalam berbagai program yang diselenggarakan, antara lain, oleh; International Association for Cross-Cultural Psychology {IACCP}[11], International Academy for Intercultural Research {IAIR}[12], dan untuk konteks kekinian lihat Migration and Societal Integration[13], selain juga dapat dipahami melalui program-program pada lembaga-lembaga non-profit lainnya. Berlanjut di tahun 1953, Social Science Research Council {SSRC} menyelenggarakan seminar khusus terkat fenomena akulturasi dengan salah satu hasilnya ialah artikel berjudul Acculturation; an Exploratory Formulation {1954}sub>[14]
. Memasuki tahun 1997, salah satu pakar dibidang psikologi akulturasi {psychological acculturation}, John W. Berry, menulis artikel berjudul Immigration, Acculturation, and Adaptation, yang berdasar pada studi-studi terkait isu kesehatan mental dikalangan para pendatang dan pengungsi[15]

Tahun 2000-an, fenomena akulturasi masih menjadi topik yang penting untuk dikaji sebab perubahan budaya yang terjadi di masa kekinian tentunya berbeda dengan yang telah terjadi sebelumnya. John W. Berry kembali menjelaskan apa yang dimaksud dengan akulturasi melalui artikel yang diberi judul Acculturation; Living Succesfully in Two Cultures {2005}[16], yang tentunya berdasar pada hasil studi-studi terbaru, demikian pula dalam karya Seth J. Schwartz, Jennifer B. Unger, Byron L. Zamboanga, dan José Szapocznik dengan judul Rethinking the Concept of Acculturation; Implications for Theory and Research {2010}[17], yang tidak lain merupakan upaya untuk memahami fenomena akulturasi dalam konteks kontemporer, dan contoh dari studi tentang fenomena akulturasi selain kasus imigran dan pengungsi yang merupakan elaborasi kekinian, nampak sebagaimana dalam karya Weihua Yu dan Shu Wang dengan judul An Investigation into the Acculturation Strategies of Chinese Students in Germany {2011}[18], dan karya Kent McClintock yang berjudul Acculturation Process and its Implications for Foreign Language Learners and Teachers {2014}[19]


Definisi Konsep 

Uraian singkat di atas telah menjelaskan bahwa konsep akulturasi berasal dari disiplin etnologi atau antropologi budaya. Dalam antropologi, budaya atau kebudayaan dipahami sebagai; panduan hidup yang didapatkan melalui proses pembelajaran, saling berbagi, melalui simbol-simbol, yang pada akhirnya terintegrasi dan secara dinamik akan mengalami perubahan – utamanya – akibat dari proses pertama dan kedua, dan terdiri atas unsur-unsur budaya, yang mana pada setiap kebudayaan memiliki kesamaan unsur-unsur yang telah berpola pada setiap penerapan terkait dengan kehidupan manusia. Sebagai contoh; kebutuhan pangan terkait dengan unsur ekonomi dan unsur teknologi pangan, yang mana kedua unsur ini telah berpola akibat dari proses pembelajaran tentang apa yang menjadi kebutuhan dan bahan-bahan pangan yang tersedia pada suatu lingkungan hidup. Atas dasar ini, definisi akulturasi yang dibahas dalam artikel ini ialah sebagaimana yang dipahami dalam disiplin antropologi, meski pada bagian akhir dari sub-bab ini juga disuguhkan beberapa definisi lainnya. 

Akulturasi adalah sebuah; 

"phenomena which result when groups of individuals having different cultures come into continuous first-hand contact, with subsequent changes in the original cultural patterns of either or both groups"[9]

Fenomena adalah sebuah fakta, kondisi, atau situasi, yang berarti, akulturasi adalah sebuah kejadian dimana suatu kesatuan hidup bertemu dengan kesatuan hidup lainnya secara intensif atau berkelanjutan, yang membuat salah satu atau kedua kesatuan hidup tersebut mengalami perubahan pada kebudayaan asli yang berpola, yang dimiliki masing-masing. Perubahan tersebut merujuk pada salah satu, beberapa, atau keseluruhan unsur budaya, yang sangat bergantung pada persoalan penerimaan dan penolakan yang terjadi dalam pertemuan yang intensif tersebut, atau dalam penjelasan lain, dapat berupa; 

"assimilation {adopts the receiving culture and discards the heritage culture}, separation {rejects the receiving culture and retains the heritage culture}, integration {adopts the receiving culture and retains the heritage culture}, and marginalization {rejects both the heritage and receiving cultures}" (John W. Berry, 1980)[17]

Penerimaan dan penolakan ini yang kemudian menjadi isu dalam kajian atau studi tentang fenomena akulturasi, yang kemudian didalami dengan mengkaji masalah interval waktu dari, proses pertemuan, proses penerimaan dan penolakan, unsur-unsur budaya yang mana yang diterima dan yang ditolak, hingga hasil dari pertemuan yang intensif antara dua kebudayaan yang berbeda[6]. Akulturasi kemudian dipahami sebagai; salah satu bentuk dari fenomena perubahan budaya, sebab tidak berarti perubahan budaya hanya dapat terjadi karena adanya atau setelah terjadinya pertemuan yang intensif dengan kebudayaan lain, yang mana pemahaman ini berdasar pada pemahaman bahwa budaya, secara dinamik akan berubah dengan sendirinya akibat dari proses pembelajaran dan saling berbagai; asimilasi adalah salah satu proses jika bukan salah satu hasil dari fenomena akulturasi, dan; salah satu bentuk dari fenomena persebaran budaya atau difusi budaya, sebab tidak berarti persebaran budaya hanya dapat terjadi dengan pertemuan yang intensif, melainkan juga dapat terjadi dalam pertemuan yang relatif sangat singkat[9]

Dalam bidang disiplin psikologi, fenomena akulturasi menjadi fokus studi tersendiri dalam studi bernama studi psikologi akulturasi, atau yang juga dikenal sebagai studi psikologi budaya. Tujuan umum dari studi ini ialah untuk memahami; 

"the changes an individual experiences as a result of being in contact with other cultures, or participating in the acculturation that one’s cultural or ethnic group is undergoing" (Theodore D. Graves, 1967)[1]

Studi psikologi budaya merupakan sub-cabang dalam cabang studi studi lintas-budaya, yang memandang bahwa; 

"it is a basic proposition that individuals develop psychological characteristics that have been nurtured by their cultural backgrounds" (John W. Berry, Y. H. Poortinga, M. H Segall, dan P. R. Dasen)[1]

Berdasar pada pandangan ini, psikologi budaya dan antropologi budaya memiliki kesamaan. Psikologi budaya menitik-beratkan pada perubahan budaya yang terjadi pada tingkatan individu melalui studi tentang afektif {affective}, tindakan {behavioral}, dan kognitif {cognitive}, yang mana, model ABC-nya akulturasi[20] ini juga menjadi fokus dalam antropologi – utamanya dalam sub-cabang studi antropologi psikologi. Dalam studi psikologi budaya, akulturasi atau perubahan budaya akibat pertemuan yang intesif, dipahami dapat terjadi pada tingkatan individu dan pada tingkatan kesatuan hidup. Perubahan budaya yang terjadi pada tingkatan individu merujuk pada perubahan yang terjadi pandangan hidup dan penilaian yang membuat terubahnya pola pikir dan pola tindakan atau pola perilaku, sedangkan perubahan budaya pada tingkatan kesatuan hidup merujuk pada perubahan sistem ekonomi, sistem politik, dan termasuk di dalamnya perubahan sistem religi[1]. Atas dasar pemahaman ini, maka studi psikologi akulturasi lebih banyak berfokus pada persoalan kesehatan mental pada kalangan imigran atau pengungsi, dengan asumsi bahwa mereka berpindah lokasi hidup karena suatu hal yang terjadi atau dialami di lokasi hidup sebelumnya, sementara di lokasi hidup yang baru mereka akan bertemu dengan kebudayaan yang baru – meski lokasi yang baru tersebut masih dalam wilayah negara dimana mereka lahir dan tinggal menetap selama ini[21]

Definisi lain dari konsep akulturasi, antara lain; 
John Wesley Powell; Definisi pertama dari akulturasi ialah "referred to psychological changes induced by cross-cultural imitation"[1] 

William John McGee; Pada bagian pendahuluan, telah disinggung bahwa meski konsep akulturasi dikategorikan sebagai bagian dari perspektif difusi budaya namun proses akulturasi atau hasil dari perubahan budaya itu sendiri dapat dipahami dalam perspektif evolusi budaya. Salah satu cendekiawan yang memahami fenomena akulturasi menggunakan perspektif evolusi budaya adalah McGee, yang berdasar asumsi bahwa pada setiap kebudayaan akan mengalami perubahan yang merujuk pada tingkatan kebudayaan {cultural grades}, yang bermula dari tingkatan liar dan tak berbudaya {savagery}, meningkat menjadi berbudaya tapi masih liar {barbarism}, meningkat menjadi berbudaya atau beradab {civilized}, dan akhirnya menjadikan ilmu pengetahuan sebagai dasar di dalam tindakan yang berbudaya {enlightenment}[1]. Apa yang dibahas McGee, olehnya diberi istilah "piratical acculturation" dan "amicable acculturation", yang dipahaminya sebagai; "transfer and adjustment of customs under conditions of contact between peoples of "lower grades" and "higher grades" respectively", yang mana perbedaan antara kedua istilah tersebut tidak nampak dalam artikel yang ditulisnya[6]. Selain itu, perlu diperhatikan bahwa pemahaman McGee berdasar pada perspektif evolusi yang berkembang di tahun 1800-an, yang mana kemudian "runtuh" oleh berbagai perspektif lainnya di tahun 1900-an. 

Sarah E. Simon; Pioner dibidang sosiologi untuk studi-studi tentang fenomena akulturasi ini[7] memahami akulturasi sebagai "two-way process of "reciprocal accommodation""[1]

John W. Berry; Pakar dibidang psikologi budaya ini memahami akulturasi sebagai; "the dual process of cultural and psychological change that takes place as a result of contact between two or more cultural groups and their individual members"[16]

M. A. Gordon; Merujuk akulturasi sebagai "changes that take place as a result of contact with culturally dissimilar people, groups, and social influences"[16]

E. P. Smith dan N. G. Guerra; Kedua pakar ini memahami akulturasi sebagai; "the differences and changes in values and behaviors that individuals make as they gradually adopt the cultural values of the dominant society"[22]

Conrad Phillip Kottak; Cendekiawan dibidang antropologi ini memahami akulturasi sebagai; "the exchange of cultural features that results when groups come into continuous firsthand contact; the original cultural patterns of either or both groups maybe altered, but the groups remain distinct"[23]


Bibliografi/Bacaan Lanjutan 

1. David L. Sam, Acculturation; Conceptual Background and Core Components, tulisan dimuat dalam David L. Sam dan John W. Berry {Editor}, 2006, The Cambridge Handbook of Acculturation Psychology, Halaman 11-26, Cambridge University Press. Lihat juga; Wikipedia, Acculturation, tulisan terakhir diperbaharui pada 14 Maret 2017, https://en.wikipedia.org/wiki/Acculturation
2. Wikipedia, Paiute, tulisan terakhir diperbaharui pada 03 April 2017, https://en.wikipedia.org/wiki/Paiute 
3. --------------, John Wesley Powell, tulisan terakhir diperbaharui pada 29 Maret 2017, https://en.wikipedia.org/wiki/John_Wesley_Powell
4. --------------, Smithsonian Institution, tulisan terakhir diperbaharui pada 22 Maret 2017, https://en.wikipedia.org/wiki/Smithsonian_Institution
5. Don D. Fowler dan John F. Matley, 1979, Material Culture of the Numa; the John Wesley Powell Collections, 1867-1880, Smithsonian Contribution to Anthropology, Nomor 26, Smithsonian Institution Press. 
6. Edward H. Spicer, Acculturation, tulisan dimuat dalam David L. Sills {Editor}, 1968, International Encyclopedia of Social Sciences, Volume I, Halaman 21-27, The Macmillan & The Free Press. 
7. S. Devadas Pillai, 1997, Indian Sociology through Ghurye, a Dictionary, Popular Prakashan 
8. William Isaac Thomas dan Florian Znaniecki, 1918, The Polish Peasant in Europe and America; Monograph of an Immigrant Group, Volume I, R. G. Badger. 
9. Robert Redfield, Ralph Linton, dan Merveille Jean Herskovits, Memorandum for the Study of Acculturation, tulisan dimuat dalam American Anthropologists, Volume 38, Nomor 1, Januari-Maret 1936, Halaman 149-152. 
10. International Organization for Migration, IOM History, https://www.iom.int/iom-history 
11. Integration Association for Cross-Cultural Psychology {IACCP}, http://www.iaccp.org/ 
12. International Academy for Intercultural Research {IAIR}, http://www.intercultural-academy.net/ 
13. Migration and Societal Integration, http://www.migration.uni-jena.de/ 
14. The Social Science Research Council Summer, Acculturation; an Exploratory Formulation, tulisan disampaikan dalam Seminar of Acculturation, 1953, dan dimuat dalam American Anthropologists, Volume 56, 1954, Halaman 973-1000. 
15. John W. Berry, Immigration, Acculturation, and Adaptation, tulisan dimuat dalam Applied Psychology; an International Review, Volume 46, 1997, Halaman 5-68. 
16. -----------------, Acculturation; Succesfully Living in Two Cultures, tulisan dimuat dalam International Journal of Intercultural Relations, Volume 29, 2005, Halaman 697-712. 
17. Seth J. Schwartz, Jennifer B. Unger, Byron L. Zamboanga, dan José Szapocznik, Rethinking the Concept of Acculturation; Implications for Theory and Research, tulisan dimuat dalam American Anthropologists, Volume 65, Nomor 04, 2010, Halaman 237-251. 
18. Weihua Yu dan Shu Wang, An Investigation into the Acculturation Strategies of Chinese Students in Germany, tulisan dimuat dalam Intercultural Communication Studies, Volume XX, Nomor 02, 2011, Halaman 190-210. 
19. Kent McClintock, Acculturation Process and its Implications for Foreign Language Learners and Teachers, tulisan dimuat dalam Intercultural Journal of Innovative Interdisciplinary Research, Volume 02, 2014, Halaman 01-10. 
20. Anne-Marie Masgoret dan Collen Ward, Culture Learning Approach to Acculturation, tulisan dimuat dalam David L. Sam dan John W. Berry {Editor}, 2006, The Cambridge Handbook of Acculturation Psychology, Halaman 11-26, Cambridge University Press. 
21. Pamela Balls Organista, Kurt C. Organista, dan Karen Kurasaki, The Relationship between Acculturation and Ethnic Minority and Mental Health, dan Hector F. Myers dan Norma Rodriguez, Acculturation and Physical Health in Racial and Etnic Minorities, kedua tulisan dimuat dalam Kevin M. Chun, Pamela Balls Organista, dan Gerardo Marin {Editor}, Tanpa Tahun, Acculturation; Advances in Theory, Measurement, and Applied Research, tulisan pertama Halaman 139-164, tulisan kedua Halaman 165-186, American Psychology Association. 
22. Paul Smokowski, Corinne David-Ferdon, Nancy Stroupe, The Relationship between Acculturation and Violence in Minority Adolescents, tulisan dimuat dalam Tara M. Johnson {Editor}, 2011, Acculturation; Implications on Individuals, Families, and Societies, Halaman 01-46, Nova Science Publishers, Inc. 
23. Conrad Phillip Kottak, 2010, Window on Humanity; a Concise Introduction to General Anthropology, Connect Learn Succeed. 

--------------------------------------------------------------- 

Comments

Popular posts from this blog

Bikulturasi